Medan, mediaperkebunan.id – Konflik di perusahaan perkebunan terjadi ada yang terpimpin dan natural. Upaya yang di lakukan perusahaan untuk antisipasi konflik adalah membentuk tim pemberdayaan masyarakat, profesional yang bisa mengambil keputusan manajemen maupun lapangan.
Tidar Bagaskara dari Perkumpulan Praktisi Profesional Perkebunan Indonesia menyatakan hal ini pada Seminar Nasional dan Field Trip Mengantisipasi Gangguan Usaha dan Konflik untuk Menjaga Keberlangsungan Sawit Indonesia Berkelanjutan yang di selenggarakan Media Perkebunan dan BPDPKS di Medan.
TIM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
Tim ini harus punya kemampuan dan kajian pemahaman agribisnis kelapa sawit, wawasan teritorial, legalitas dan perkembangan regulasi, geografis lahan perkebunan, sosial ekonomi masyarakat, potensi konflik, hubungan pemerintah, menyelesaikan masalah, hubungan masyarakat, kearifan lokal, pelaksana program. Selain itu harus mendapat kepercayaan dari top manajemen dan mampu mengkomunikasikan sampai level ini.
Bentuk konflik perkebunan kelapa sawit adalah masalah agraria, tuntutan kebun plasma, kecemburuan sosial, FPKMS, tuntuan kepedulian sosial ekonomi masyarakat sekitar, tuntutan tenaga kerja, tuntutan lingkungan hidup (amdal).
Hampir setiap negara mengalami konflik agraria antara pemerintah, masyarakat lokal dan masyarakat pendatang. Hal ini terkait dengan penguasaan dan pengusahaan lahan yang berhubungan erat dengan ekstistensi dan sumber-sumber ekonomi.
Untuk menyelesaikan sekaligus mencegah konflik-konflik agraria yang terkait perkebunan kelapa sawit, pemerintah sedang melaksanakan berbagai terobosan seperti UU Cipta Kerja, Kebijakan Satu Peta dan sertifikasi lahan. ISPO menetapkan legalitas lahan menjadi salah satu syarat pemenuhan sertifikasinya.
Perusahaan juga harus patuh terhadap regulasi salah satunya legalitas lahan dan usaha. Bila dua-duanya sudah ada maka di harapkan bisa meminimalkan terjadinya konflik agraria.
Tuntutan pembangunan kebun plasma timbul ketika sedang melakukan perpanjangan HGU, kewajiban FPKMS 20%, perusahaan belum memenuhi kewajiban kebun plasma, kecemburuan sosial yang di picu oleh keberhasilan warga transmigran dalam pengelolaan kebun plasma.
Tidak tersedia lahan untuk pemenuhan plasma dan FPKMS bisa di lakukan kemitraan yaitu pembinaan kebun swadaya dan masyarakat pemilik lahan di sekitar perkebunan (jangan yang masuk dalam kawasan hutan) dengan menumbuhkembangkan kelembagaan petani, pembinaan dan bimbingan teknis, penyaluran benih unggul siap tanam, pengadaan pupuk dan saprodi, perjanjian jual beli TBS.
Mengembangak ekonomi masyarakat dengan pendekatan kearifan lokal sampai dengan pemasaran. Pendekatan sosial dengan program PSR. Tuntutan kepedulian sosial ekonomi masyarakat perusahaan perkebunan harus harmonisasi hubungan sosial ekonomi masyarakat, sebagai konsumen produk masyarakat, sebagai sponsor pengembangan dan promosi budaya masyarakat.
Terhadap tuntutan tenaga kerja perusahaan melakukan perekrutan karyawan administrasi, security dan tenaga lapangan non teknis. Pelatihan masyarakat usia produktif untuk pekerjaaan tenaga teknis kebun dan infrastruktur. Memberikan beasiswa dari SD sampai perguruan tinggi untuk masyarakat yang berprestasi.